Oleh Noveliza Ariendya Putri Kelas XI AK 5
Pajak adalah bentuk kontribusi masyarakat melalui iuran yang bersifat wajib atau memaksa, dan besar nominalnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sifat pajak yang memaksa diatur dalam pasal 23A UUD 1945. Untuk selanjutnya, iuran dari masyarakat tersebut dimasukkan ke dalam kas negara.
Dana pajak dibayarkan melalui perusahaan pajak yang dikelola oleh pemerintah. Yang berperan dalam pengelolaan pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak atau DJP. Perannya meliputi mengumpulkan dana pajak dari masyarakat, sebagai pusat informasi pajak, dan pemeriksa apabila ada ketidaksesuaian nominal dengan ketentuan perpajakan.
Dalam pemungutan dana pajak harus sesuai dengan asas-asas pemungutan pajak. Berikut ini adalah beberapa asas pemungutan pajak menurut Adam Smith yang merupakan salah satu ahli ekonomi.
- Asas equality, pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
- Asas certainty, semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
- Asas convinience of payment, pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
- Asas efficiency, biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
Di masa kini, manfaat pajak dapat dirasakan oleh masyarakat salah satunya di bidang kesehatan. Pernahkah anda mendengar tentang program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan? Program ini merupakan bukti nyata peran pajak di bidang kesehatan yang sangat membantu masyarakat dalam mengakses fasilitas kesehatan dengan harga yang lebih terjangkau oleh masyarakat, terutama bagi kalangan ekonomi menengah ke bawah. Bahkan program BPJS dapat membantu keluarga tidak mampu untuk mendapatkan pengobatan secara gratis. Oleh sebab itu, dengan membayar pajak secara tidak langsung kita telah berkontribusi pada keberlangsungan program ini.
Manfaat pajak yang lain adalah membantu pembangunan upaya percepatan penurunan angka prevalensi stunting serta penanganan penyakit katastropik. Angka prevalensi stunting berdasarkan Survei Status Gizi Balita terbukti mengalami penurunan sebesar 3,27% yaitu dari 27,67% pada tahun 2019; menjadi 24,4% di tahun 2021; menjadi 21,6% di tahun 2022. Walaupun menurun, angka tersebut masih tinggi, mengingat target stunting di tahun 2024 sebesar 14% dan standard WHO dibawah 20%.
Pajak dapat digunakan untuk memperbaiki ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas juga digunakan untuk membeli dan memelihara peralatan kesehatan yang modern. Dengan penggunaan peralatan kesehatan yang modern dan memadai, masyarakat akan menemui banyak jalan kemudahan menuju sehat.
Di tahun 2024, anggaran di Kementerian Kesehatan pada APBN 2024 adalah sebesar Rp 186,4 triliun. Jumlah ini merupakan bukti peningkatan anggaran kesehatan sebesar 8,1% dibandingkan anggaran kesehatan tahun 2023 sebesar Rp 172,5 triliun. Fakta ini merupakan hal yang sangat patut untuk disyukuri karena menandakan bahwa kesadaran membayar pajak oleh masyarakat semakin meningkat. Dengan begitu, program-program kesehatan di Indonesia akan dapat melesat cepat mencapai atau bahkan melebihi target yang telah diharapkan.
Itulah beberapa kontribusi pajak dalam bidang kesehatan yang ada di Indonesia. Pajak telah terbukti untuk membantu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia. Pajak dinilai menjadi jalan pintas atau jalur cepat dalam progres peningkatan kualitas kesehatan karena memudahkan dalam pemenuhan properti-properti kesehatan yang dibutuhkan. Oleh sebab itu, mari penuhi pajak yang telah menjadi kewajiban kita sebagai warga negara. Dengan harapan untuk Indonesia sehat segera tercapai.